Membuka Harapan melalui Pendidikan Anak Nelayan
“Kota Mataram bisa dibilang maju pendidikannya dan tidak tergolong 3T, namun teman-teman cuma lihat di pusat kota. Tidak ke pinggiran kota seperti di Pesisir Ampenan atau pesisir lainnya di mana pendidikan mereka minim, belum lagi permasalahan ekonomi. Ini menjadi isu-isu bersifat fundamental yang bersinggungan langsung dengan masyarakat yang tidak bisa kita mengelak seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, hingga kesejahteraan sosial," ucap Jauhari Tantowi, pendiri Sekolah Pesisi Juang dari Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
***
![]() |
| Jauhari Tantowi |
Di wilayah pesisir Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, ombak bak alunan musik setiap hari. Tanpa ada jeda. Kadang terdengar sangat merdu, namun tidak jarang juga terasa mencekam. Di sisi lain, terdengar suara riuh antara pedagang dan pembeli yang sedang jual-beli ikan. Bagi nelayan yang tinggal di wilayah ini, laut, ombak, dan pasar ikan adalah pemandangan sehari-hari.
Kota Mataram yang menjadi jantung utama Pulau Lomba dan Provinsi Nusa Tenggara Barat bukanlah tempat yang terpencil. Selayaknya ibu kota provinsi, Kota Mataram dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum yang memadai, mulai dari pusat perbelanjaan, instansi pendidikan, hingga objek wisata yang menarik di mata wisatawan.
Bahkan, Mataram menjadi gerbang bagi wisatawan menuju objek wisata terkenal di Nusa Tenggara Barat, seperti Gili Trawangan.
![]() |
| Wilayah Pesisir Bintaro dari Peta Satelit |
Di tengah riuh kemajuan kota, pernahkah kamu membayangkan ada kesenjangan pendidikan di Kota Mataram ini? Di saat belasan perguruan tinggi berdiri di kota ini, di sudut pesisir Kota Mataram tepatnya di Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan, terdapat anak-anak yang masih kesulitan mendapatkan akses pendidikan.
Namanya Jauhari Tantowi. Ia adalah pemuda yang menyadari adanya kesenjangan pendidikan di wilayah pesisir Bintaro. Saat itu usianya 23 tahun. Di usia tersebut ia melihat teman-temannya sedang sibuk mengejar karier, menikmati dunia dari secangkir kopi di sudut coffee shop, atau berpetualang melihat keindahan dunia.
Namun ia ada di sisi yang berbeda. Ia memilih dunia yang berbeda dibandingkan pemuda seumurannya. Bukan di sudut coffee shop atau dari bandara satu ke bandara lain, namun di sebuah bangunan dengan dinding setengah terbuka dan atap seadanya. Di tempat seadanya tersebut, ia menceritakan keindahan dunia dan harapan masa depan di hadapan puluhan anak-anak nelayan di Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
![]() |
| Jauhari Tantowi dan semangat juangnya |
Tepatnya di tahun 2020, saat pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia dan pemerintah menerapkan kebijakan di rumah aja, termasuk untuk bidang pendidikan. Siswa-siswi yang awalnya belajar secara tatap muka di sekolah, karena pandemi harus beralih dengan belajar daring dari rumah.
Peralihan dari belajar tatap muka ke belajar secara online ini ternyata membawa masalah tersendiri yakni keterbatasan akses untuk belajar karena membutuhkan smartphone. Tidak semua anak-anak di Pesisir Ampenan memiliki smartphone untuk belajar secara online. Ini membuat anak-anak yang awalnya dapat mengakses pelajaran dengan mudah, harus terkendala karena tidak memiliki smartphone.
“Anak-anak di sini harus menyewa ponsel Rp2.000 per jam hanya untuk ikut kelas online. Tak ada pendampingan belajar apalagi bimbingan dari orang tua karena mayoritas buta teknologi. Tak ada jaminan sinyal selalu stabil hingga banyak yang akhirnya menyerah, pasrah dan akhirnya mengalah untuk kalah,” kenang Jauhari.
Melihat keadaan yang memprihatinkan ini, Jauhari tergerak hatinya untuk mendirikan Sekolah Pesisi Juang, sebuah sekolah non-formal gratis yang menjadi wadah bagi anak-anak untuk belajar di luar sekolah.
"Jangan sampai anak-anak putus sekolah katena kesulitan mengikuti pendidikan formal, khususnya di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat itu. Motivasi ini yang membuat saya memantapkan diri untuk membangun sekolah ini," ungkap Jauhari Tantowi melalui wawancara yang dilakukan via WhatsApp, Selasa, 4 November 2025.
Kesenjangan Pendidikan di Indonesia
Jika melihat Indonesia dari kacamata Ibu Kota Jakarta dan ibu kota di Pulau Jawa, yang disajikan adalah kemajuan. Di Jakarta dan ibu kota di Pulau Jawa pendidikan menjadi hal dasar yang bisa didapatkan. Tidak hanya untuk pendidikan dasar dan menengah, akses pendidikan juga sangat terbuka untuk jenjang pendidikan tinggi.
Perbedaan akses pendidikan ini dapat dilihat dari data perguruan tinggi yang ada di Indonesia tahun 2024 di mana di Pulau Jawa seperti di Provinsi Jawa Barat terdapat 367 perguruan tinggi negeri dan swasta, di Jawa Timur terdapat 344 perguruan tinggi negeri dan swasta, dan D.I. Yogyakarta memiliki 105 perguruan tinggi negeri dan swasta.
Sedangkan di provinsi yang ada di luar Pulau Jawa seperti di Lampung terdapat 65 perguruan tinggi negeri dan swasta, di Bengkulu terdapat 16 perguruan tinggi negeri dan swasta, dan angka tertingginya yang dipegang Sumatera Utara ada di angka 198 perguruan tinggi negeri dan swasta.
![]() |
| Salah satu murid Sekolah Pesisi Juang |
Untuk provinsi yang masuk wilayah Indonesia Timur memiliki angka yang lebih rendah, yakni 54 perguruan tinggi negeri dan swasta di Nusa Tenggara Barat, 62 perguruan tinggi negeri dan swasta di Nusa Tenggara Timur, dan angka tertingginya ada di provinsi Sulawesi Selatan yakni 180 perguruan tinggi negeri dan swasta.
Data ketimpangan ini tidak hanya berlaku untuk perguruan tinggi, namun juga untuk jumlah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tentunya daerah di Pulau Jawa memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang ada di luar Pulau Jawa.
Keadaan ini membuat masih banyak anak-anak yang tidak bisa mengakses pendidikan secara layak meski tinggal di wilayah ibu kota provinsi. Terlebih untuk anak-anak yang tinggal di wilayah pesisir.
Wilayah pesisir saat ini masih menjadi wilayah dengan pendidikan rendah. Dilansir dari mongabay.co.id, 80% nelayan hanya mengenyam pendidikan di bawah tingkat SMP. Ketua umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menjelaskan dari data Ditpsd tahun 2022 menunjukkan kehidupan masyarakat pesisir yang makin terpinggirkan.
Selain karena rendahnya tingkat pendidikan, terdapat 1,3 juta jiwa masyarakat pesisir juga terkategori miskin. Jumlah ini setara 12,5% dari total kemiskinan nasional. Bahkan, pada tahun 2021, tingkat kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir mencapai 4,19%, atau lebih tinggi dibanding tingkat kemiskinan ekstrem nasional yang sebesar 4%.
Rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat pesisir ini dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat pesisir yang sangat bergantung kepada alam, seperti pada laut, tambak, hingga pariwisata pantai. Kondisi alam laut yang tidak menentu sering kali membuat penghasilan nelayan di wilayah pesisir juga tidak menentu. Belum lagi beberapa wilayah pesisir memiliki akses yang sulit dijangkau membuat hanya orang-orang tertentu yang mau memajukan pendidikan di wilayah ini.
Jauhari Tantowi salah satunya.
Jauhari Tantowi: Tidak Mau Jadi Orang yang Seragam
"Saya memilih bidang pendidikan ini karena saya memegang prinsip hidup jika kita bisa jadi orang berbeda, kenapa harus berpikir jadi seragam? Kenyataannya tidak semua orang pantas jadi boneka yang didesain sama dan seragam," ungkap Jauhari dalam podcast di akun YouTube Yusron Saudi.
Sebagai putra asli Mataram, ia sudah sering melihat anak-anak yang putus sekolah. Saat ia kecil, banyak teman-temannya yang turut membantu orang tua untuk melaut. Mereka sudah pergi melaut sejak pagi datang dan ketika siang bersambut, banyak di antara anak-anak tersebut yang belum mendapatkan ikan. Keadaan ini terus berlanjut hingga akhirnya banyak dari mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah.
![]() |
| Gambaran Pasar Ikan Bintaro |
Bagi mereka, melaut dan mendapatkan ikan jelas lebih realistis dibandingkan harus menempuh pendidikan tinggi. Toh, ujungnya juga sama-sama cari uang.
Di masa itu Jauhari hanya bisa diam melihat teman-temannya berhenti bersekolah. Sebagai anak kecil, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Namun ketika melihat keadaan ini terjadi di tahun 2020, ia tidak ingin diam saja. Di tahun 2020 ia bukan lagi Jauhari yang tidak bisa melakukan apa-apa. Ia pasti bisa melakukan tindakan untuk memutus rantai keterbatasan tersebut dan inilah saat yang tepat.
![]() |
| Jauhari Tantowi Bersama Mahasiswa Universitas Mataram |
"Saya merasa prihatin terhadap keterbatasan akses pendidikan anak-anak pesisir pantai Bintaro, Ampenan. Saya melihat banyak anak yang kesulitan mendapatkan pendidikan formal, khususnya saat kondisi COVID-19. Bahkan banyak yang terancam putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan pendidikan. Ini yang akhirnya membuat saya termotivasi menyediakan alternatif pendidikan non-formal gratis," ungkap Jauhari saat wawancara melalui pesan WhatsApp, Selasa 04 November 2025.
Sekolah Itu Bernama Sekolah Pesisi Juang
![]() |
| Sekolah Pesisi Juang |
"Setiap anak di mana pun mereka tinggal, memiliki hak atas pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan ramah anak."
Kalimat tersebut adalah motto yang dimiliki oleh Sekolah Pesisi Juang, sebuah sekolah gratis yang didirikan oleh Jauhari Tantowi bersama 7 (tujuh) teman-temannya pada Mei 2020. Dibandingkan dengan sekolah-sekolah lainnya, Sekolah Pesisi Juang pada saat berdiri memiliki fasilitas yang seadanya. Lebih tepat disebut sebagai gubuk karena atap seadanya dan dinding separuh terbuka.
Namun sekolah ini dibangun dengan semangat gotong royong. Tidak hanya dari Jauhari Tantowi dan tujuh pendiri lainnya, namun juga orang-orang yang memiliki kepedulian dengan pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah pesisir. Mereka datang dan berperan dalam membangun pendidikan di Sekolah Pesisi Juang ini.
Sekolah Pesisi Juang memiliki arti Pesisi yakni Pesisir, dan Juang artinya perjuangan. Ini sejalan dengan semangat para pendiri untuk memperjuangkan hak-hak pendidikan anak-anak di daerah pesisir Bintaro.
![]() |
| Sekolah Pesisi Juang |
"Pada awalnya kami mengumpulkan teman-teman Lombok yang berkuliah di Malang, Jogja, hingga Tangerang. Kami berkumpul dan membahas apa yang menjadi keharusan kami sebagai putra asli Mataram. Selain kami belajar di luar di Jawa, kami juga harus memperhatikan tanah sendiri," ucap Jauhari di Podcast yang diupload di akun YouTube Yusron Saudi.
Dari semangat inilah, Sekolah Pesisi Juang didirikan pada Mei 2020. Saat itu sekolah dimulai dengan meja kecil dan buku sumbangan. Meski begitu seadanya, namun Sekolah Pesisi Juang berhasil menjadi tempat belajar bagi anak-anak setiap minggunya.
Tidak Serta-Merta Diterima
![]() |
| Anak-anak Sekolah Pesisi Juang semangat belajar |
Jika kita melihat keadaan Sekolah Pesisi Juang saat ini, tentunya sangat berbeda dengan keadaan sekolah ketika pertama kali didirikan. Selain menghadapi keterbatasan sumber daya seperti dari dana, fasilitas, dan tenaga pengajar, Sekolah Pesisi Juang juga menghadapi penolakan dari pihak orang tua.
Pada saat itu, orang tua di Bintaro, Ampenan masih memiliki pandangan bahwa pendidikan tidak penting bagi anak-anak mereka. Bagi mereka buat apa juga sekolah tinggi-tinggi sampai mengeluarkan biaya yang besar, toh ujungnya juga ke laut. Dengan keadaan ekonomi kurang, menyekolahkan anak-anak dengan layak tentunya jadi hal yang berat bagi masyarakat nelayan Bintaro.
Namun Jauhari tidak menyerah begitu saja. Bersama dengan teman-teman dan juga relawan, ia menunjukkan kepada masyarakat nelayan bahwa Sekolah Pesisi Juang benar-benar ada dan dapat diakses secara gratis oleh anak-anak.
"Untuk Sekolah Pesisi Juang, kami bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti GenBI dan teman-teman mahasiswa lain menjadi sukarelawan untuk mengajar di Sekolah Pesisi Juang," ungkap Jauhari dengan tersenyum.
Jauhari menjelaskan bahwa sebenarnya anak-anak muda di Mataram memiliki ketertarikan untuk membangun Mataram khususnya di bidang pendidikan ini. Namun kebanyakan dari mereka kesulitan untuk memulainya dan membutuhkan wadah untuk menampung semangat juang mereka dan Sekolah Pesisi Juang ini menjadi wadahnya.
Dalam wawancara dengan Jauhari yang dilakukan melalui pesan WhatsApp, ada satu pesan yang diajukan yakni apa momen yang paling tidak bisa dilupakan sejak Sekolah Pesisi Juang didirikan hingga sekarang?
Ini jawaban dari Jauhari:
Momen yang tidak bisa dilupakan adalah saat Sekolah Pesisi Juang bisa menyekolahkan anak-anak nelayan ke sekolah fornal, kemudian mendapat rumah dari donatur untuk tempat anak-anak belajar.
Lima Tahun Perjalanan Sekolah Pesisi Juang
![]() |
| Sekolah Pesisi Juang 2025 |
Memulai sesuatu bisa menjadi hal yang menakutkan, namun perjuangan yang sesungguhnya ada pada saat mempertahankan.
1. Kelas Belajar Pesisir
![]() |
| Kelas Belajar Pesisir |
2. TK Pesisi Juang
![]() |
| TK Pesisi Juang |
3. Kakak Asuh - Adik Yatim
![]() |
| Kakak Asuh - Adik Yatim |
4. Literasi Pesisir
![]() |
| Literasi Pesisir |
5. Sembako untuk Masyarakat Pesisir
![]() |
| Sembako untuk Masyarakat Pesisir |
6. Bioskop Rakyat
![]() |
| Bioskop Rakyat |
7. Kelas Alam & Clean Up
![]() |
| Kelas Alam dan Clean-Up |
8. Acara Komunitas
![]() |
| Acara Komunitas |
Tidak Semua Bisa Menjadi Jauhari Tantowi
"Sebelum adanya Sekolah Pesisi Juang, banyak anak nelayan menghadapi tantangan besar dalam akses pendidikan karena kondisi ekonomi dan sosial orang tua yang kurang memadai. Setelah adanya sekolah ini, anak-anak pesisir mendapatkan akses pendidikan non-formal gratis, program PAUD, serta kegiatan literasi dan kreasi yang menumbuhkan minat belajar mereka. Hal ini membantu menumbuhkembangkan karakter dan memberikan bekal pendidikan untuk keberlanjutan hidup mereka."
Langkah yang dilakukan oleh Jauhari mampu mengubah dunia, khususnya dunia anak-anak yang sebelumnya diisi dengan keterbatasan dan ketidakmampuan, kini mereka mendapatkan cahaya dan harapan untuk masa depan mereka.
![]() |
| Jauhari Tantowi Satu Indonesia Award |
Melalui perjuangan dan semangatnya yang luar biasa, Jauhari menjadi salah satu penerima Apresiasi Satu Indonesia Award di tahun 2024 dan juga 2025. Bahkan di tahun 2025 ini Jauhari berhasil membawa Sekolah Pesisi Juang mencapai 10 besar Satu Indonesia Award.
Melalui Satu Indonesia Award ini Jauhari ingin Sekolah Pesisi Juang semakin dikenal dan asa anak nelayan dapat didengar hingga tingkat nasional.
Sumber:
Wawancara melalui WhatsApp bersama Jauhari Tantowi pada 4 November 2025.
Saudi, Yusron. (2022, 22 Februari). Akses Pendidikan Pesisir Kota Jauhari Tantowi. Diakses pada 7 November 2025 dari https://www.youtube.com/watch?v=6PLH9dlPC40&t=682s.
BPS. (2025, 19 Februrari). Jumlah Perguruan Tinggi1, Dosen, dan Mahasiswa2 (Negeri dan Swasta) di Bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Menurut Provinsi, 2024. Diakses pada 7 November 2025 dari https://www.bps.go.id.
Utami, Mona Lestari. (2025, 3 September). Jauhari Tantowi dan Sekolah Pesisi Juang, Mewujudkan Pendidikan Gratis Anak Nelayan Kota. Diakses pada 6 November 2025 dari https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/09/03/jauhari-tantowi-dan-sekolah-pesisi-juang-mewujudkan-pendidikan-gratis-anak-nelayan-kota.
Official Website Sekolah Pesisi Juang: https://sekolahpesisijuang.tanahjuang.com/.
Get notifications from this blog




















